Pertanyaan tersebut sangat sering ditanyakan kepada saya baik di tempat praktik maupun saat bertugas di rumah sakit. Terus terang saya sering kebingungan bagaimana memberi jawaban dan tips yang benar-benar lengkap di saat saya tidak punya banyak waktu karena saya harus melayani begitu banyak pasien yang lain.

Masalah susah hamil ini bukanlah masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan gampang. Saya harus memberikan banyak tips secara lengkap agar semuanya jelas. Bila waktunya singkat seperti di tempat praktik atau rumah sakit, saya kesulitan memberikan penjelasan yang lengkap.

Dari kendala inilah timbul ide saya untuk menulis sebuah buku yang mengupas tuntas tentang masalah ketidaksuburan ini. Dengan merangkum semua informasi dan tips dalam satu buku, pasien-pasien saya bisa lebih mengerti apa-apa saja yang sebaiknya dilakukan agar bisa segera hamil. Walaupun kesibukan saya cukup padat, saya mulai menyempatkan diri untuk menulis buku ini di awal tahun 2011.

Pada bulan Agustus 2011, buku Panduan Lengkap Cara Cepat Hamil ini resmi diterbitkan oleh penerbitan online Digi Pustaka dan hingga saat ini sudah naik cetak sebanyak 10 kali. Sejak buku saya diterbitkan, saya telah menolong RIBUAN pasangan suami istri di seluruh Indonesia dan bahkan pasangan suami istri asal Indonesia yang bermukim di Australia, Malaysia, Singapura dan Hong Kong.

Syukur alhamdulillah sudah banyak sekali Ibu yang berhasil hamil setelah membaca dan mengikuti semua petunjuk dari buku saya. Beberapa ibu bahkan berkenan untuk berbagi kisah sukses hamilnya di sini. Saya sangat bersyukur atas keberhasilan mereka dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan kepada saya.

cara cepat hamil

Cara Cepat Hamil

Senin, 14 April 2014

Ada BPJS, Bagaimana Kerjasama dengan Asuransi Swasta Lainnya?

asuransi-bpjs-indonesia

Setelah adanya BPJS, bagaimana dengan polis asuransi komersial yang sudah terlanjur dibeli oleh nasabah? Masih perlukah memiliki asuransi di luar BPJS Kesehatan? Lalu apa itu coordination of benefit (COB) dengan asuransi swasta?

Menurut staf ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahlil Ruby, BPJS sebagai asuransi sosial pada dasarnya berbeda dengan asuransi komersial. Pasalnya, asuransi sosial seperti BPJS bersifat wajib untuk seluruh penduduk Indonesia. Karena persertanya adalah seluruh rakyat Indonesia, di BPJS berlaku subsidi silang yang luas: masyarakat golongan mampu membantu yang miskin dan peserta sehat membantu yang sakit.

Sementara itu pada asuransi komersial, keanggotaannya bersifat sukarela. Paket perlindungan dirancang oleh asuransi tersebut dan besaran iuran disesuaikan dengan paket yang dipilih peserta. Peserta juga bergotong-royong saling menanggung beban peserta yang sakit, tetapi subsidinya terbatas antar peserta pada asuransi tersebut.

Apakah BPJS sudah cukup?

Menurut Mahlil, sebetulnya biaya kesehatan yang ditanggung BPJS sudah cukup maksimal. Akan tetapi jika pasien menginginkan layanan lebih yang tidak ditanggung oleh BPJS, maka selisihnya akan dibayar sendiri oleh pasien atau asuransi komersial yang menanggungnya.

"Misalnya, kalau si pasien ingin memasang ring jantung yang lebih bagus, tentu harganya akan lebih mahal. Kalau misalnya yang ditanggung JKN Rp 100.000, sementara harga ring yang bagus itu Rp 150.000, maka selisih harga itu yang akan dibayarkan oleh asuransi komersial," jelas Mahlil Ruby pada sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Willis Indonesia di Jakarta bulan Maret 2014 lalu.

Coordination of Benefit (COB)

Nah, dalam hal ini BPJS dan asuransi komersial dapat saling berbagi manfaat dalam pelaksanaan perlindungan kesehatan masyarakat. Inilah yang disebut sebagai mekanisme koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB).

Menurut Mahlil, dengan COB masyarakat dapat menggunakan dua asuransi yaitu BPJS Kesehatan dan asuransi komersial, tanpa harus kuatir terjadi klaim ganda atau kerumitan dalam pengajuan klaim manfaat. Syaratnya adalah BPJS dan asuransi komersial harus melakukan COB. Nantinya, BPJS Kesehatan bisa menjadi pembayar klaim utama, sementara asuransi komersial sebagai sekunder atau pendukung. Dalam prakteknya, jika ada klaim dari peserta, BPJS akan membayar klaim sampai dengan besaran yang dicakup oleh BPJS dan asuransi komersial akan menutup sisanya sesuai dengan besaran yang ditanggung.

Untuk mendapatkan jaminan BPJS dan asuransi komersial sekaligus, masyarakat sebaiknya membeli asuransi yang sudah memiliki COB dengan BPJS. Dengan demikian pasien BPJS nantinya bisa dengan mudah mendapatkan fasilitas tambahan selama tersedia seperti pindah kelas di RS serta memperoleh layanan alkes. Selain itu pasien BPJS bisa langsung dirujuk ke RS swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS.

Kendala di Lapangan

Dalam pelaksanaanya, COB antara BPJS dengan asuransi komersial masih dihadang sejumlah kendala antara lain perbedaan tarif RS swasta dengan RS pemerintah. RS swasta tidaklah mendapat subsidi pemerintah sehingga tarif mereka jelas lebih tinggi. Biaya kamar kelas 2 di RS swasta bisa saja sama bahkan lebih mahal dibanding biaya kelas 1 di RS pemerintah. RS swasta pun belum tentu mau dibayar dengan tarif INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) yang berlaku.

Meskpun demikian, pemerintah harus tetap berjalan untuk mewujudkan penyediaan layanan kesehatan terstandar dan terjangkau bagi masyarakat. Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur menginformasikan bahwa BPJS Kesehatan telah menandatangani MoU dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) serta membuat rancangan kerjasama mekanisme COB. Template tersebut sudah dikirimkan ke masing-masing perusahaan asuransi komersial untuk dipelajari.

Semoga banyak perusahaan asuransi komersial yang bergabung dengan BPJS agar keterbatasan sarana jaminan kesehatan nasional (JKN) dapat ditutupi dengan partisipasi pihak swasta melalui coordination of benefit (COB).

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar